Pengamat: Mata Uang Melemah, Tanda-Tanda Krisis Ekonomi Mulai Terlihat

SCN | Jakarta - Pengamat Ekonomi dari Strategic and Economic Action Institution (ISEAI), Ronny P. Sasmita mengingatkan pemerintah harus berhati-hati dalam menghadapi pelemahan mata uang yang sedang terjadi.
"Pemerintah harus benar-benar hati-hati soal ini. Ini warning sebenarnya. Mulai dari pelemahan mata uang ini walaupun tidak sama dengan 98, pemerintah bisa harus melihatnya ke depan memproyeksikan," kata Ronny kepada Liputan.com, ditulis Jumat (4/4/2025).
Meskipun tidak sama dengan krisis ekonomi tahun 1998, fenomena ini tetap menjadi peringatan serius yang harus diproyeksikan dengan baik ke depan. Jika tidak ada langkah fundamental yang diambil, kondisi ekonomi bisa semakin memburuk.
Menurut Ronny, jika situasi ini semakin parah, daya beli masyarakat dapat menurun, terutama di kalangan kelas menengah yang merupakan pendorong utama permintaan agregat dalam perekonomian. Jika kelas menengah mengalami krisis berkepanjangan, ekonomi nasional berpotensi mengalami kejatuhan.
"Kalau tidak dilakukan sesuatu yang fundamental berkemungkinan akan semakin parah. Kalau semakin parah, permintaan menurun, kelas menengah semakin krisis, ekonomi ini bisa koleps juga. Karena permintaan ekonomi secara agregat didukung oleh kelas menengah," ujarnya.
Tanda-Tanda Stagnasi Ekonomi
Ronny menyoroti beberapa indikator yang menunjukkan kondisi stagnasi ekonomi di Indonesia. Salah satu yang paling jelas adalah pertumbuhan ekonomi yang stagnan dalam satu dekade terakhir."Secara pertumbuhan ekonomi kita stagnan itu sebenarnya dalam 10 tahun kebelakangan sudah menjadi tanda-tanda sebenarnya harus diwapadai oleh pemerintah," ujarnya.
Meskipun secara komparatif pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terlihat cukup baik dibanding negara lain, pemerintah tidak boleh merasa puas.
"Pemerintah tidak boleh terlalu bangga bahwa secara komparatif dibanding negara lain ekonomi kita tumbuh lumayan bagus. Bukan itu, bahwa kapasitas ekonomi kita bisa tumbuh lebih tinggi dari itu yang pertama," katanya.
Butuh Pertumbuhan Lebih Tinggi
Dia menuturkan, kapasitas ekonomi seharusnya bisa tumbuh lebih tinggi, dan masyarakat membutuhkan pertumbuhan yang lebih besar agar lapangan kerja meningkat, kemiskinan berkurang, serta investasi dapat berkembang.
Fenomena ini disebut dengan secular stagnation, di mana pertumbuhan ekonomi rendah, tingkat penyerapan tenaga kerja rendah, tenaga kerja tidak berkualitas semakin banyak, serta sektor informal semakin melebar. Semua ini merupakan tanda-tanda yang harus diwaspadai oleh pemerintah.
"Masyarakat kita membutuhkan pertumbuhan yang jauh lebih tinggi dari itu biar lapang kerjaan lebih banyak, kemiskinan bisa ditekan, investasi bisa berkembang. Jadi, ini juga tanda-tandanya dari situ pertumbuhan kita sudah masuk di level stagnan. Yang disebut dengan secular stagnation itu sudah terjadi di Indonesia," jelasnya.
Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar, selalu mengalami perubahan setiap saat terkadang melemah terkadang juga dapat menguat.
Ronny juga menekankan pelemahan mata uang hanyalah salah satu pemicu krisis. Selain itu, inflasi bukan satu-satunya indikator masalah ekonomi, karena deflasi juga bisa menjadi tanda krisis.
Deflasi menunjukkan permintaan masyarakat berkurang, terutama dari kalangan kelas menengah dan menengah ke bawah. Jika tren ini terus berlanjut, dampaknya terhadap perekonomian nasional bisa semakin besar.
"Kalau pelemahan mata uang cuma itu salah satu saja, salah satu trigger. Kemudian, tidak melulu harus inflasi, deflasi juga tanda krisis. Itu menandakan bahwa demand kita berkurang, demand masyarakat berkurang, terutama dari kelas menengah dan kelas menengah ke bawah. Ini menjadi tanda-tanda juga," ujarnya.
Dalam menghadapi situasi ini, diperlukan kebijakan ekonomi yang lebih progresif dan strategis dari pemerintah. Tanpa langkah konkret untuk meningkatkan daya beli masyarakat, memperkuat sektor tenaga kerja, dan mendorong investasi, stagnasi ekonomi bisa semakin dalam dan berujung pada krisis yang lebih serius.
sumber,Liputan6.com
Komentar Via Facebook :